Sabtu, 28 Februari 2015

[Review Buku] Pulang

Judul Buku :  Pulang
Jenis :  Fiksi (Novel)
Penulis :  Leila S. Chudori
Penerbit :  KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Tahun Terbit : Dsemeber 2012
Tebal : vii + 464; 13,5 x 20 cm
ISBN 13: 978-979-91-0515-8


Leila S. Chudori. Mendengar namanya saja saya belum pernah, apalagi menikmati karyanya, yang kemudian saya tahu (setelah mencari tahu melalui google) banyak mendapat penghargaan, salah satunya dalam film Dunia Tanpa Koma. Karena kekurang-gaul-an saya itu, saya tidak membayangkan akan mendapat sebuah novel yang benar-benar keren. Dengan membacanya saya jadi sedikit paham perbedaan karya sastra dan non sastra, dalam‘jejak’ yang ditinggalkan novel ini setelah saya  membacanya. Tidak hanya wawasan yang baru tentang sejarah pada masa itu, novel ini memberikan perspektif yang berbeda (dari pelaku sejarah atau korban, bukan pemerintah) mengenai sejarah bangsa Indonesia yang mungkin saya abaikan sebelumnya, seperti apa yang dikatakan Lintang, “ada sesuatu yang aneh di sini: anak-anak mudanya tak banyak yang mempelajari atau tertarik pada sejarah. Saya mendapat kesan, orang-orang seperti Bimo dan Alam bukanlah perwakilan generasi muda Indonesia umumnya. Mereka adalah aktivis dan intelektual yang terbentuk karena sejarah”.

Novel tebal lebih dari 400 halaman ini berlatar dua peristiwa yang besar di Indonesia yakni pada tahun 1965 dan 1998. Peristiwa 1965 yang kita kenal sebagai G30SPKI adalah sebuah pembantaian kelam yang sangat terstruktur, dan berdampak sangat besar, baik terhadap bangsa Indonesia secara umum juga terhadap para korban dan kerabat peristiwa tersebut. Tahun 1998 adalah sebuah perjuangan rakyat yang menuju negara demokrasi.

Cerita pada novel ini berpusat pada keluarga Dimas Suryo, seorang tahanan politik yang dipaksa melarikan diri ke luar negeri. Ia selanjutnya bergabung dengan beberapa eksil politik lainnya yang kemudian membuat sebuah resto masakan Indonesia di Prancis. Mereka menyebut diri mereka sebagai empat pilar tanah air. Meskipun ia hidup di Prancis, Dimas selalu mendapatkan informasi mengenai tanah airnya melalui surat yang dikirimkan oleh adiknya, Aji, juga Surti dan anak-anaknya. Surat-surat yang dikirim Kenanga menggambarkan kekelaman dari sebuah hasrat manusia pada kekuasaan. Dilanjutkan dengan perjalanan Lintang (anak Dimas Suryo) ke Indonesia untuk memenuhi tugas akhirnya sebagai mahasiswa Universitas Sorborne dengan membuat dokumenter mengenai peristiwa 1965.

Novel ini pun kental dengan kisah romansa Dimas Suryo, diceritakan bagaimana kisah cinta tak sampainya dengan Surti dan Viviene di Prancis juga Lintang dengan Alam. Saya suka cara penulis menyajikan kisah cinta dalam novel ini, tidak dibuat-buat, engga lebay. Tapi saya merasa kalau porsi romance di novel ini kebanyakan. Pada akhirnya novel ini berakhir happy ending dengan kepulangan Dimas Suryo ke kampung Karet, tanah yang diimpikannya saat pulang, walaupun dalam bentuk jasad.

Saya sangat merekomendasikan novel ini bagi kalian yang ingin mengetahui sejarah bangsa Indonesia dari sudut pandang korban dan para pelaku pada masa itu, bukan pemerintah. Karena dengan membaca sejarah kita akan menjadi pribadi yang tidak mudah dibodohi.

Nilai sempurna dari saya untuk novel ini karena selain banyak informasi baru yang saya dapat, saya sangat menikmati membaca buku ini. Ah, iya satu lagi, saya suka dengan beberapa gambar ilustrasi yang tersaji di dalam novel ini. Tabik.

1 komentar:

  1. Thanks rekomendasi nya, ini udah buku ke 2 yang ku cari dari referensi blog ini :-)
    foto bumi datar

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar. Terima kasih sudah berkunjung. :)