Sabtu, 28 Februari 2015

Riview Buku: SAMAN

Sesuai judulnya, novel ini lebih banyak bercerita tentang Saman atau Wisanggeni. Wisanggeni adalah seorang pastor di Prabumulih yang kemudian memutuskan untuk meninggalkan kepastorannya demi membantu masyarakat Lubukrantau keluar dari kemiskinan. Adalah Upi, wanita gila yang ditolongnya ini dipasung oleh orang tuanya dalam bilik bambu yang tidak layak bagi seorang manusia yang membuatnya memutuskan kembali ke desa tersebut untuk membuatkan tempat yang lebih layak bagi Upi.


Kisah tentang Saman ini agak membosankan di awal cerita, di mana penulis menceritakan Saman dari sejak balita. Ada satu cerita yang menarik adalah tentang janin yang tiba-tiba lenyap dari rahim Ibunya Saman, bahkan dua kali. Saya jadi teringat kisah sekuriti  di tempat saya bekerja sekarang, istrinya mengalami hal serupa, dan saya tidak terlalu menanggapi karena saya agak kurang percaya dengan hal-hal yang tidak bisa dijangkau dengan logika saya. Setelah membaca kisah ini, besoknya saya menghubungi beliau dan menggali informasi tentang hal tersebut. Hehe malah curhat :p

Selain itu saya juga tertarik dengan pandangan empat orang sahabat yang berbagi peran dalam novel ini; Shakuntala, Yasmin dan Cok pada hubungannya bersama lawan jenis, yang bisa dibilang tidak sesuai dengan adat ketimuran. Tapi sesuai dengan segala hal yang melatarbelakanginya. Namun diimbangi dengan Laila, yang tetap mempertahankan virginitasnya yang hanya akan ia berikan kepada orang yang tepat. Tepat bagi Laiala, tetapi perlu diketahui ia mencintai Sihar yang telah menikah dan memiliki anak. 

Banyak isu-isu yang bisa diambil hikmahnya dan menggelitik rasa empati kita dari kisah Saman ini. Sebuah kecelakaan kerja di pengeboran minyak (yang bahkan menjadi awal mula dari semua peristiwa di novel ini) membuktikan bahwa pemahaman dan implementasi K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di negara kita masih lemah bahkan hingga saat ini, kalau pun ada perubahannya baru sedikit sekali. Kesewenang-wenangan aparat terhadap kaum miskin (selalu orang miskin), hukum yang diperjualbelikan, juga para birokrat korup.

Juga orang-orang seperti Saman, yang memperjuangkan keadilan dan hak-hak rakyat miskin, seringkali bernasib tidak baik. Kalau enggak jadi buronan dan terasing di negeri orang, mati diracun, hilang entah kemana, atau di bui dengan dipaksakan. Kita bisa menyebutkan beberapa diantaranya, Wiji Thukul, Munir, dan sebagainya.

Dalam cerita yang beganti-ganti PoV (point of view). Dari Laila berganti, Saman, lalu shakuntala, juga Yasmin dan Cok. Saya sempat agak bingung saat PoV berpindah ke shakuntala setelah sebelumnya Laila lebih banyak diceritakan sehingga saya beberapa kali harus mengulang, mengenali karakternya.

Untuk diksi, saya kurang suka dengan diksi yang kasar. Mungkin belum terbiasa. Novel ini tentu tidak kasar secara keseluruhan (saat PoV Laila), hanya saja ada bagian-bagian dalam cerita yang disampaikan cukup vulgar.

Overall, saya cukup puas membaca novel cetakan ke-32 yang direkomendasikan oleh Kirana ini, telat memang, oh iya ini novel dewasa, jadi bagi kalian yang belum pernah mimpi basah diharapkan tidak membacanya, eh apa dianjurkan? Hihi. Sekian

Judul buku       : Saman
Pengarang        : Ayu Utami
Penerbit            : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Kota terbit        : Jakarta
Tahun terbit      : September 2014 (Cetakan ke-32)
Dimensi            : 205 halaman, 13,5 cm x 20 cm
ISBN                : 978-979-91-0570-7

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar. Terima kasih sudah berkunjung. :)